Jumat, 08 Januari 2010

JADILAH GURU…..BUKAN JADI GURU….. JADILAH

Pendidikan yang maju tidak bisa lepas dari peran serta guru sebagai pemegang kunci keberhasilan. Guru menjadi fasilitator yang melayani, membimbing, membina dengan piawai dan mengusung siswa menuju gerbang keberhasilan. Hidup dan mati sebuah pembelajaran bergantung sepenuhnya kepada guru. Guru mempunyai tanggung jawab menyusun strategi pembelajaran yang menarik dan yang disenangi siswa, yakni rencana yang cermat agar peserta didik dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar, dan tertarik untuk terus-menerus mempelajari pelajaran. Sebagai tenaga pendidik yang memiliki kemampuan kualitatif, guru harus menguasai ilmu keguruan dan mampu menerapkan strategi pembelajaran untuk mengantarkan siswanya pada tujuan pendidikan.
Namun pada kenyataanya, banyak ditemui menjadi guru seperti pilihan profesi terakhir, dengan alasan kurang bonafide, kalau sudah mentok tidak ada pekerjaan lain baru akan menjadi guru, atau sebuah status sosial yang lekat dengan kemarginalan, gaji kecil, tidak sejahtera malah dibawah garis kemisikinan. Bahkan guru ada yang dipilih asal comot yang penting ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan.Ujung tombak pejuang pengentas kebodohan. Bahkan guru adalah mata rantai dan pilar peradaban dan benang merah bagi proses perubahan dan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa. Tidak banyak yang mentekatkan diri untuk menjadi Guru akan tetapi tidak sedikit yang mengikrarkan Menjadi Guru jadilah. Bagaimana dunia pendidikan di Indonesia tidak memiliki titik lemah? Kalau prinsipnya masih mengacu pada hal-hal di atas, kebanyakan titik lemahnya terdapat pada hal-hal berikut:

  1. Kualifikasi dan latar belakang pendidikan tidak sesuai dengan bidang tugas. Di
    lapangan banyak di antara guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya.
  2. Tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas. Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif,personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, seorang guru selain terampil mengajar, juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.
  3. Penghasilan tidak ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
    Sementara ini guru yang berprestasi dan yang tidak berprestasi mendapatkan penghasilan yang sama. Memang benar sekarang terdapat program sertifikasi. Namun, program tersebut tidak memberikan peluang kepada seluruh guru. Sertifikasi hanya dapat diikuti oleh guru-guru yang sudah punya gelar sarjana dengan masa kerja yang ditentukan.
  4. Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan. Banyak guru yang terjebak pada rutinitas. Pihak berwenang pun tidak mendorong guru ke arah pengembangan kompetensi diri ataupun karier. Hal itu terindikasi dengan minimnya kesempatan beasiswa yang diberikan kepada guru dan tidak adanya program pencerdasan guru, misalnya dengan adanya tunjangan buku referensi, pelatihan berkala, dsb.

Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he does his job well. Artinya, guru haruslah orang yang memiliki insting
pendidik, paling tidak mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional. Dengan integritas barulah, sang guru menjadi teladan atau role model.

Guru Profesional
Kalau mengacu pada konsep di atas, menjadi profesional adalah meramu kualitas dengan intergiritas, menjadi guru pforesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga sangat lekat dengan peran yang psikologis, humannis bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Karena ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa.Ada beberapa kriteria untuk menjadi guru profesional.

Memiliki skill/keahlian dalam mendidik atau mengajar
Menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidikan atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan dan jam terbang yang memadai. Dalam kontek diatas, untuk menjadi guru seperti yang dimaksud standar minimal yang harus dimiliki adalah:

  • Memiliki kemampuan intelektual yang memadai
  • Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan
  • Keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau metodelogi pembelajaran
  • Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan
  • Kemampuan mengorganisir dan problem solving
  • Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik

Personaliti Guru
Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Ibarat sebuah contoh lukisan yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contonya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai - nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak.
Memposisikan profesi guru sebagai The High Class Profesi
Di negeri ini sudah menjadi realitas umum guru bukan menjadi profesi yang berkelas baik secara sosial maupun ekonomi. Hal yang biasa, apabila menjadi Teller di sebuah Bank, lebih terlihat high class dibandingkan guru. jika ingin memposisikan profesi guru setara dengan profesi lainnya, mulai di blow up bahwa profesi guru stara atau derajat yang tinggi dan dihormati dalam masyarakat. Karena mengingat begitu fundamental peran guru bagi proses perubahan dan perbaikan di masyarakat.
Mungkin kita perlu berguru dari sebuah negara yang pernah porak poranda akibat perang. Namun kini telah menjelma menjadi negara maju yang memiliki tingkat kemajuan ekonomi dan teknologi yang sangat tinggi. Jepang merupakan contoh bijak untuk kita tiru. Setelah Jepang kalah dalam perang dunia kedua, dengan dibom atom dua kota besarnya, Hirohima dan Nagasaki, Jepang menghadapi masa krisis dan kritis kehidupan berbangsa dan bernegara yang sangat parah. Namun ditengah kehancuran akibat perang, ditengah ribuan orang tewas dan porandanya infrastruktur negaranya, Jepang berpikir cerdas untuk memulai dan keluar dari kehancuran perang. Jepang hanya butuh satu keyakinan, untuk bangkit. Sehingga pertanyaan yang pertama kali muncul setelah Bom meletus adalah Berapa guru yang masih hidup...?
Hasilnya setelah berpuluh tahun berikut, semua orang terkesima dengan kemajuan yang dicapai Jepang. Dan tidak bisa dipungkiri, semua perubahan dan kemajuan yang dicapai, ada dibalik sosok Guru yang begitu dihormati dinegeri tersebut.
Kini, lihatlah Indonesia, negara yang sangat kurang respek dengan posisi guru. Negara yang kurang peduli dengan nasib guru. Kini lihatlah hasilnya. Apabila mengacu pada Human Index Development (HDI), Indonesia menjadi negara dengan kualias SDM yang memprihatinkan. Berdasarkan HDI tahun 2007, Indonesia berada diperingkat 107 dunia dari 177 negara. Bila dibandingkan dengan negara sekitar, tingkat HDI Indonesia jauh tertinggal.Contoh Malaysia berada diperingkat 63, Thailand 78, dan Singapura 25. Indonesia hanya lebih baik dari Papua Nugini dan Timor Leste yang berada diposisi 145 dan 150.
HDI merupakan potret tahunan untuk melihat perkembangan manusia di suatu negara. HDI adalah kumpulan penilaian dari 3 kategori, yakni kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Menjadi jelaslah bahwa, sudah saatnya Indonesia menjadikan sektor pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan. Apabilah hal ini tidak dibenahi, bukan hal mustahil daya saing dan kualitas manusia Indonesia akan lebih rendah dari negara yang baru saja merdeka seperti Vietnam atau Timor Leste.

Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial.
Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.

Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Mereka harus :

1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme,

2) Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya,

3) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.

Di samping itu, mereka juga harus :

1) Mematuhi kode etik profesi.

2) Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas

3) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya

4) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan

5) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya

6) Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.

(sumber UU tentang Guru dan Dosen).
Menyadari banyaknya guru yang belum memenuhi kriteria profesional, guru dan penanggung jawab pendidikan, selain prinsip di atas guru juga harus mengambil langkah tapat untuk menunjang majunya pendidikan di antaranya:

1) Penyelenggaraan pelatihan.Dasar profesionalisme adalah kompetensi. Sementara itu, pengembangan kompetensi mutlak harus berkelanjutan. Caranya, tiada lain dengan pelatihan.

2) Pembinaan perilaku kerja. Studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penelitian-penelitian manajemen dua puluh tahun belakangan bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja.

3) Penciptaan waktu luang. Waktu luang (leisure time) sudah lama menjadi sebuah bagian proses pembudayaan. Salah satu tujuan pendidikan klasik (Yunani-Romawi) adalah menjadikan manusia makin menjadi "penganggur terhormat", dalam arti semakin memiliki banyak waktu luang untuk mempertajam intelektualitas (mind) dan kepribadian (personal).

4) Peningkatan kesejahteraan. Agar seorang guru bermartabat dan mampu "membangun" manusia muda dengan penuh percaya diri, guru harus memiliki kesejahteraan yang cukup.



Sabtu, 27 Desember 2008

Perkataan adalah Doa



"SAYANG" begitu orang tuaku selalu memanggilku, tapi bukan berarti di ijazahku juga nama itu yang tertera, tapi nama itu digunakan orang tua ku apa bila aku sedang baik budi.....hehehehehe....akan tetapi kalau aku sedang bandel (maklum waktu kecil aku sedikit bandel, alias susah diatur, tapi dikit aja yach) namaku akan berubah menjadi "JOGI" ups... apaan itu pikirku suatu saat??????? tapi apabila mamakku (ibu) sudah merubah namaku dari "SAYANG" menjadi "JOGI" aku akan sangat merasa mamakku sudah sangat marah saat itu... sehingga apapun kegiatanku saat itu akan aku hentikan, walaupun aku harus rela meninggalkan bantal guling kesayanganku karena mamak sudah membangunkanku ketika waktu Sholat Subuh sudah tiba, atau mungkin aku harus rela meninggalkan teman-temanku yang asyik bermain kelereng di halaman samping rumahku, agar aku segera mandi sore, dan segera pergi ke mesjid dekat rumah untuk sholat berjamaah dan selanjutnya melanjutkan ngaji (belajar membaca Al-Qur'an). Rasanya waktu 24 jam sehari semalam sangat kurang untukku yang masih berusia sekitar 7-12 tahun waktu itu. Maklum saja dari pagi aku harus sudah berada di sekolah sampai dengan jam 13.00 WIB, kemudian melanjutkan sekolah Arab (Ibtidaiyah) sorenya sampai jam 17.00 WIB, malamnya aku harus ngaji lagi. kalau aku terlupa dengan jadwal-jadwal rutinku setiap hari itu, namaku akan berubah dari Neny Lizasari menjadi Neny yang Jogi. Suatu hari aku pernah terlambat bangun, padahal mamak sudah membangunkanku dari jam 5 pagi, tapi aku baru bisa membuka mataku jam 6 (maklum semalamnya aku capek bermain dengan teman-temanku) mamakku terlihat sangat marah, sambil melibaskan rotan kecil sepanjang 50 cm ke tilam (kasur), beliau memakiku "ohh..... neny yang jogi....betuahlah kau...betuah......" saat itu aku berpikir mamak sangat marah, sehingga dengan refleks aku langsung loncat dari tempat tidur dan langsung lari ke kamar mandi untuk bersuci, dan selanjutnya menunaikan shalat subuh, walaupun sudah telat, tapi aku berpikir "yang penting mamakku tak marah lagi" (berarti shalatnya nggak dari hati kan???? tapi karena takut aja).  Sekarang aku dah besar dan dah sadar juga (Ceile....) kalau kita shalat itu bukan harus karena paksaan dari orang tua, tapi karena diri kita emang butuh shalat untuk bisa menenangkan diri (selain sebagai kewajiban kepada Allah SWT).  dan ternyata seruan mamakku dulu, punya arti yang sangat bagus,,,, "neny yang jogi.....batuahlah kau...betuah... Artinya " neny yang cantik....beruntunglah kau beruntung.....sampai saat ini aku memang merasakan keberuntungan itu, aku merasa perkataan mamak adalah doa yang tiada tara....I LOVE U Mom....

Biografi


Di rumah Nenekku (Ummi Kalsum) di jalan Iwan Maksum No. 14 Marbau tanggal 28 September 1984 aku terlahir sebagai putri pertama dari Ibuku (Netty Roliah) dan Ayahku (Hasan Basri). Aku dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang dari orang-orang yang ada di sekelilingku. Pada saat aku berusia 2 tahun, aku dihadiahi 2 adik perempuan kembar (Nona Yohana n Noni Yohani) oleh orang tuaku. Meski sangat sayang, tapi aku harus rela kalah saing untuk dapat perhatian orang tuaku. Tapi....tenang aja....aku masih punya Nenek dan Mak Uwoku (Chairunisa) yang begitu sayang padaku..Ketika aku duduk di kelas 1 SD Negeri 112310 Marbau (Tahun 1992), kedua Orang tuaku kembali menghadiahi aku seorang adik. kali ini Laki-laki (Faisal Fadli). 6 tahun di SD kulewati tanpa terasa...Tahun 1997 aku sudah duduk di kelas 1 SLTP Negeri 1 Marbau, disini sekolah ini aku merasakan betapa nikmatnya belajar... diajari oleh guru-guru yang baik dan berganti-ganti. masih asing sih...tapi aku nikmati saja saat-saat itu....banyak teman berarti banyak saudara pikirku saat itu....Tahun 2000 aku sudah masuk SMU Negeri 1 Marbau....sekolah ini yang mengantarkanku ke UNIMED, salah satu perguruan tinggi Negeri di Medan pada tahun 2003. Mulailah perjuanganku yang teramat sangat waktu itu..aku harus berpisah dengan orang tuaku....hal yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya, tapi harus bertahan tuk masa depanku. Allamdulillah Jatah 8 Semester untuk selesaikan 150 sks yang dibebankan pihak akademik, bisa aku lalui hanya selama 6 semester, walau dengan susah payah aku meyakinkan kedua orang tuaku bahwa kuliah sambil kerja bisa membuat aku lebih baik....maklum saja semester 3 aku memberanikan diri untuk bekerja sebagai Pembimbing di BT/S Medica, salah satu bimbingan tes terbaik saat itu di Medan. kadang aku berpikir, sayang sekali beasiswa 8 semesterku harus kembali 2 semester ke pihak kampus....tapi apalah arti beasiswa 2 semester kalau dibandingkan dengan aku bekerja 2 semester sekarang.. Allamdulillah begitu aku selesai kuliah, aku diterima kerja di PT. Telkom Indonesia di Rantauprapat, walau sebagai tenaga kontrak, tapi aku patut bersyukur, karena nikmat Allah begitu besar kepadaku.... dan aku yakin nikmat-nikmat Allah yang lain akan selalu menantiku setiap saat....Amin.......